Meskipun banyak orang dengan Covid-19 memiliki
gejala ringan, sebagian pasien mengalami penyakit pernapasan parah dan mungkin
perlu dirawat untuk perawatan intensif.
Dalam sebuah video baru, ahli
patologi paru-paru Sanjay Mukhopadhyay, MD, menjabarkan secara rinci bagaimana
gambaran paru-paru yang terinfeksi Covid-19.
JAGA TINGKATKAN DAYA TAHAN TUBUH DENGAN KONSUMSI MPA PROPOLIS KLIK DISINI
Video berdurasi 15 menit ini
membahas bagaimana Covid-19 menyebabkan kondisi yang berpotensi sebagai
sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS). Lantas, apa hubungan antara corona virus
dan ARDS ?
Para peneliti menemukan 50
dari 54 pasien yang meninggal akibat Covid-19 mengembangkan ARDS sementara
hanya sembilan dari 137 yang selamat yang menderita ARDS.
"Ini adalah kontribusi
yang sangat, sangat signifikan untuk kematian pada pasien ini," kata Dr.
Mukhopadhyay.
Jika Anda menderita ARDS, Anda
akan memiliki gejala seperti sesak napas mendadak, napas cepat, pusing, detak
jantung yang cepat, dan keringat berlebih.
Menurutnya, terdapat empat hal
utama yang akan dicari dokter adalah:
- Jika Anda memiliki kondisi akut, dimulai dalam waktu satu minggu sejak pertama terkontaminasi atau muncul gejala baru atau memburuk.
- Jika sesak napas bukan disebabkan oleh gagal jantung atau kelebihan cairan.
- Memiliki kadar oksigen yang rendah dalam darah Anda (hipoksia berat).
- Kedua paru-paru tampak putih dan buram (normalnya hitam) pada rontgen dada (disebut kekeruhan paru-paru bilateral).
Pasien yang menderita ARDS
akan mengalami kerusakan pada dinding kantung udara di paru-paru yang membantu
oksigen masuk ke dalam sel darah merah kita. Itulah yang oleh dokter disebut
kerusakan difusi alvelolar.
Dalam paru-paru yang sehat,
oksigen di dalam kantung udara ini (alveolus) bergerak ke pembuluh darah kecil
(kapiler). Pembuluh kecil ini, pada gilirannya, mengirimkan oksigen ke sel
darah merah Anda. Dr. Mukhopadhyay menjelaskan
proses evolusi membuat dinding alveolus menipis sehingga mempermudah pengiriman
oksigen ke sel darah merah.
"Virus corona merusak
dinding sel dan selaput alveolus serta pembuluh kapiler. Puing-puing yang
menumpuk oleh semua kerusakan itu melapisi dinding alveolus mirip sepert cat
yang menutupi dinding," kata Dr. Mukhopadhyay, seperti dikutip ClevelandClinic. Kerusakan kapiler juga
menyebabkan mereka membocorkan protein plasma sehingga menambah ketebalan
dinding.
Menurut Dr. Mukhopadhyay,
dinding alveolus menjadi lebih tebal dari yang seharsunya. Semakin tebal
dinding ini, semakin sulit untuk mentransfer oksigen, semakin Anda merasa sesak
napas, dan semakin memperparah penyakit hingga bisa berdampak kematian.
Dr. Mukhopadhyay berharap
dengan penjelasan ini membuat orang lebih serius menghadapi wabah saat ini.
"Tolong jangan anggap ini
hanya sebagai 'infeksi virus lain yang akan berlalu, mohon lakukan semua
tindakan pencegahan yang dianjurkan CDC. Tolong lindungi diri Anda, keluarga
Anda, dan orang lain. Terlebih lagi jika pasien Covid-19 sampai mengalami
pneumonia," katanya.
Prof John Wilson, ahli
pernapasan dari Royal Australasian College of Physicians mengatakan, saat
pasien Covid-19 mengalami batuk dan demam, itu merupakan akibat dari infeksi
saluran napas yang mencapai cabang pernapasan. Infeksi ini akan mengiritasi
jalan napas jika tidak segera tertangani yang bahkan setitik debu bisa
merangsang batuk. Infeksi yang terus menyebar hingga alveolus (kantung
udara) maka akan berakhir pneumonia.
"Paru-paru tidak mampu
mendapatkan oksigen yang cukup untuk aliran darah, sehingga mengurangi
kemampuan tubuh untuk mengambil oksigen dan menyingkirkan karbon
dioksida. Itulah penyebab kematian umum pada penderita pneumonia
berat," katanya.
Prof Christine Jenkins, pimpinan Lung Foundation Australia, mengatakan belum ada obat yang bisa menghentikan pneumonia.“Orang-orang sudah menguji coba semua jenis obat dan kami berharap bahwa kami mungkin menemukan bahwa ada berbagai kombinasi obat virus dan anti-virus yang bisa efektif. Saat ini tidak ada perawatan yang ditetapkan selain dari perawatan suportif, yang kami berikan kepada orang-orang dalam perawatan intensif," katanya.
Jenkins mengatakan, yang saat
ini bisa dilakukan dokter adalah memberikan ventilasi dan mempertahankan kadar
oksigen yang tinggi sampai paru-paru mereka dapat berfungsi dengan cara yang
normal lagi ketika mereka pulih.Wilson mengatakan pasien
dengan pneumonia virus juga berisiko terkena infeksi sekunder, sehingga mereka
juga akan diobati dengan obat anti-virus dan antibiotik. "Dalam beberapa kasus,
pneumonia menjadi tidak terkendali dan pasien tidak selamat," ujarnya.
Baca Juga :
Baca Juga :
Wilson mengatakan ada bukti
bahwa pneumonia yang disebabkan oleh Covid-19 mungkin akan sangat parah. Wilson
mengatakan, kasus pneumonia corona cenderung mempengaruhi semua paru-paru,
bukan hanya bagian kecil. Begitu pun orang-orang dengan penyakit jantung
dan paru, diabetes dan orang tua.Jenkins mengatakan bahwa,
secara umum, orang berusia 65 tahun ke atas berisiko terkena pneumonia, serta
orang-orang dengan kondisi medis seperti diabetes, kanker atau penyakit kronis
yang mempengaruhi paru-paru, jantung, ginjal atau hati, perokok, dan bayi
berusia 12 bulan ke bawah.
“Usia adalah prediktor utama
risiko kematian akibat pneumonia. Pneumonia selalu serius untuk orang yang
lebih tua dan pada kenyataannya dulu menjadi salah satu penyebab utama kematian
pada orang tua. Sekarang kami memiliki perawatan yang sangat baik untuk pneumonia. “Penting untuk diingat bahwa
tidak peduli seberapa sehat dan aktif Anda, risiko Anda terkena pneumonia
meningkat seiring bertambahnya usia. Ini karena sistem kekebalan tubuh kita
secara alami melemah seiring bertambahnya usia, menjadikan tubuh kita lebih
sulit melawan infeksi dan penyakit,” ujarnya pada The
Guardian.